| Assalamu 'alaikum Wr.Wb.. |
|
|
|
|
MAKALAH
SEJARAH PERINGATAN
HARI KESAKTIAN PANCASILA
|
|
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................... 1
DAFTAR
ISI.................................................................................................................. 2
BAB
I PENDAHULUAN
A.
SEJARAH
PKI.................................................................................................... 3
B.
ANGKATAN
KELIMA......................................................................................... 3
BAB
II PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
G 30 S PKI.................................................................................. 5
B.
LATAR
BELAKANG........................................................................................... 5
C.
PERISTIWA
YANG TERJADI
1. PERISTIWA TANGGAL 30 SEPTEMBER 1965................................. 6
2. PERISTIWA TANGGAL 1 OKTOBER 1965....................................... 6
D.
PERISTIWA
SUMUR LUBANG BUAYA............................................................... 7
E.
KORBAN G 30
SPKI........................................................................................... 7
F.
PASCA KEJADIAN.............................................................................................. 8
G. SUPER SEMAR ( SURAT PERINTAH SEBELAS MARET
)................................... 9
H. PENANGKAPAN DAN PEMBUNUHAN............................................................... 10
I.
PERTEMUAN
JENEWA,
SWISS.......................................................................... 11
J.
PERINGATAN 1
OKTOBER SEBAGAI HARI KESAKTIAN PANCASILA.......... 11
BAB
III KESIMPULAN................................................................................................... 12
LAMPIRAN........................................................................................................ 13
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. SEJARAH PKI
PKI merupakan partai Stalinis yang terbesar di seluruh
dunia, di luar Tiongkok dan Uni Sovyet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta,
ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan
serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani yaitu
Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan
wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan
sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada
bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Soekarno menetapkan konstitusi di bawah
dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia
memperkuat tangan angkatan bersenjata
dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno
menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut
"Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia
mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan
Komunis yang dinamakan`NASAKOM.
Pada era
"Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum
burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan
petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan
korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
B. ANGKATAN KELIMA
Perayaan Milad PKI yang ke
45 di Jakarta pada awal tahun 1965. PKI
telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk
memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan, dengan persetujuan
dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima"
dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha menghindari
bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI
mementingkan "kepentingan bersama" polisi dan "rakyat".
Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu
Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI
membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata,
mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat "massa
tentara" subyek karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas
tanah dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara
mereka dan polisi dan para pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya
konfrontasi revolusioner itu, PKI mengimbau semua pendukungnya untuk mencegah
pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para pemilik tanah dan untuk
meningkatkan kerjasama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan bersenjata.
Pada
permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak
milik AS. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan
resmi. Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga
menjadi anggota kabinet. Menteri-menteri
PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet Sukarno
ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan
bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat".
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di
mana ia berbicara tentang "perasaan
kebersamaan dan persatuan yang bertambah
kuat setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat
Indonesia, termasuk para komunis". Rejim Sukarno mengambil langkah
terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan
PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan
NASAKOM.
Tidak
lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk
pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang
terdiri dari pekerja dan petani yang
bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi
massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang
itu, kepemimpinan PKI malah berusaha
untuk membatasi pergerakan massa yang
makin mendalam ini dalam batas-batas
hukum kapitalis negara. Mereka, depan
jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa
"NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan
"angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi
revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di
bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan
negara sedang diubah untuk memecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN G 30 S PKI
G 30
SPKI adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30
September sampai 1 Oktober 1965 dimana enam perwira tinggi militer Indonesia
beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu kudeta ( pengambilan
kekuasaan ) yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.
B. LATAR BELAKANG
Di akhir 1964 dan
permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang bukan hak
mereka. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara polisi dan para pemilik tanah.
Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan
minyak milik Amerika Serikat.
C. PERISTIWA YANG TERJADI
Isu Dewan
Jenderal
Pada saat-saat genting sekitar bulan September 1965
muncul isu adanya Dewan Jenderal, yang mengungkapkan bahwa para petinggi
Angkatan Darat tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya.
Menanggapi isu ini, Soekarno memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap
dan membawa mereka untuk diadili. Namun secara tak terduga, dalam operasi
penangkapan tersebut para jenderal tersebut terbunuh.
Isu Dokumen
Gilchrist
Dokumen Gilchrist diambil dari nama duta besar Inggris
untuk Indonesia, Andrew Gilchrist. Beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu
Dewan Jenderal. Dokumen ini oleh beberapa pihak dianggap pemalsuan. Di bawah
pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, dokumen ini menyebutkan adanya
"Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa perwira-perwira
Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat. Kedutaan Amerika Serikat juga
dituduh memberi daftar nama anggota PKI kepada tentara untuk
"ditindaklanjuti".
Isu
Keterlibatan Soeharto
Menurut isu yang beredar, Soeharto saat itu menjabat
sebagai Pangkostrad (Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat) tidak membawahi
pasukan.
1. PERISTIWA TANGGAL 30 SEPTEMBER 1965
30 September malam : Berkumpul
aktivis utama Gerakan 30 September ; Letkol Untung, Brigjen Supardjo, Kolonel
Latief (AD). Letkol Heru Atmodj, Mayor Sujono dan Mayor Gatot Sukrisno (AU).
Aidit dan Sjam (PKI). Satu batalyon Cakrabirawa, batalyon Raider 454
Diponegoro, batalyon Raider 530 Brawijaya, dua peleton brigade Latief, pasukan
darat AU, unsure-unsur Pemuda Rakyat dan Gerwani berada di pangkalan Halim
2. PERISTIWA TANGGAL 1 OKTOBER 1965
Dini hari : tujuh regu yang terutama terdiri dari prajurit Cakrabirawa dan
sejumlah kecil sukarelawan Pemuda Rakyat mendatangi rumah 7 perwira AD, dengan
perintah menangkap dan membawanya ke Halim. (Yani, Harjono dan Panjaitan
dibunuh dirumahnya karena melawan, Suprato, Parman dan Sutojo dibawa ke Halim
dalam keadaan hidup, Nasution mampu meloloskan diri). Dalam waktu yang
bersamaan batalyon raider menduduki Lapangan Merdeka, menguasai istana
Presiden, gedung RRI dan pusat Telkom.
05.30 : Suharto dibangunkan tetangganya Mashuri, memberi tahu “kejadian
yang luar biasa terjadi di rumah Nasution dan Panjaitan”. 06.30 : Suharto di
markas Kostrad, Umar menelpon menyampaikan beberapa informasi dan mendesak
Suharto sementara memegang komando atas AD.
07.15 : Pihak pemberontak mengumumkan melalui RRI bahwa Gerakan 30
September adalah suatu kelompok militer yang telah bertindak untuk melindungi
Sukarno dari kudeta yang direncanakan oleh suatu dewan yang terdiri atas
jendral-jendral yang korup dan menjadi kaki tangan CIA.
09.00 : Dari rumah istri ketiganya Ratna Sari Dewi, Sukarno menuju istana
kepresidenan, tetapi membelokkan arah perjalanannya ke Halim setelah mendapat
laporan ada pasukan tak dikenal di Lapangan Merdeka. Tiba di Halim ia disambut
Omar Dhani dan tokoh pemberontak lainnya. Di Halim presiden kemudian memanggil
panglima 4 angkatan guna mengadakan konsultasi.
11.00 : Gerakan 30 September kembali menyiarkan pengumuman di RRI bahwa ;
telah dibentuk sebuah Dewan Revolusi yang akan “ merupakan sumber segala
kekuasaan dalam Republik Indonesia”.
14.00 : Para prajurit dua batalyon raider yang menduduki Lapangan Merdeka
kepanasan, lelah, lapar dan haus. Para pemimpin kudeta tidak mengirim
perbekalan. Suharto membujuk supaya pasukan Brawijaya datang ke markas Kostrad.
16.00 : Sukarno memanggil Umar dan Pranoto untuk datang ke Halim, tetapi
Suharto melarang 2 jendral ini pergi. Sukarno kemudian menyusun sebuah
pernyataan bahwa dia sendiri mengambil alih pimpinan AD. Batalyon raiders Brawijaya
bergabung ke Kostrad. Batalyon raider Diponegoro mundur ke Halim. Suharto
kembali menguasai pusat Jakarta tanpa tembakan peluru. Ketika Martadinata tiba
di RRI untuk menyiarkan pernyataan Sukarno, RRI sudah diambil alih dan Suharto
melarang penyiarannya.
19.30 : Setelah seharian sembunyi Nasution akhirnya bergabung di Kostrad.
Sukarno mengirim Bambang Widjonarko untuk menjemput Pranoto ke Halim. Suharto
melarang Pranoto dan berpesan kepada Bambang supaya mengusahakan agar presiden
meninggalkan Halim karena pasukan Kostrad akan merebut pangkalan udara itu
dengan kekerasan.
20.15 : Dinas penerangan AD menyiarkan pengumuman di RRI bahwa ; suatu
“gerakan kontra revolusi” telah menculik Yani dan 5 jendral lainnya. Pimpinan
AD sementara waktu dipegang oleh Suharto dan presiden serta jendral Nasution
dalam keadaan aman.
22.00 : Sukarno meninggalkan Halim menuju istana Bogor. Aidit meninggalkan
Halim menuju Jawa Tengah. Omar Dhani terbang ke Madiun. Untung meninggalkan
pasukannya dan sembunyi di Jakarta.
Tengah Malam : Pemberontakan yang aneh itu berakhir dan sebuah drama besar
mulai mengawali kisahnya.
D. PERISTIWA SUMUR LUBANG BUAYA
Pada 30 September 1965, enam jendral senior ( pejabat
tinggi ) dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan
kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang loyal kepada PKI dan pada saat
itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat
itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.
E.
KORBAN G 30 SPKI
·
Letjen TNI
Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi
Tertinggi)
·
Mayjen TNI
Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
·
Mayjen TNI Mas
Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan
Pembinaan)
·
Mayjen TNI
Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
·
Brigjen TNI
Donald Issac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang
Logistik)
·
Brigjen TNI
Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan
Darat)
Jenderal TNI
Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya
pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan
ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha
pembunuhan tersebut. Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi
korban:
·
Bripka Karel
Satsuin Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II
dr.J.Leimena)
·
Kolonel
Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
·
Letkol
Sugiyanto Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta).
F. PASCA KEJADIAN
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI Angkatan Darat, PKI mampu menguasai
dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan
Kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI,
PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada
para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta
terhadap pemerintah. Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai
oleh Letkol Untung Sutopo. Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan
pembunuhan terhadap Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan
Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik PKI pada
sore hari 1 Oktober 1965. Kedua perwira ini dibunuh karena secara tegas menolak
berhubungan dengan Dewan Revolusi.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit
menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para
"pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara
Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal 6 Oktober, Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan
"persatuan nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan
para korbannya untuk penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral
PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk
mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan
bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama "Tribune".
Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Sovyet Brezhnev,
Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan
rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah
membaik...Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada
seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan
ini akan dimengerti secara mendalam."
Dalam sebuah Konferensi Tiga Benua di Havana di bulan Februari 1966,
perwakilan Uni-Sovyet berusaha dengan segala kemampuan mereka untuk menghindari
pengutukan atas penangkapan dan pembunuhan orang-orang yang dituduh sebagai
PKI, yang sedang terjadi terhadap rakyat Indonesia. Pendirian mereka
mendapatkan pujian dari rejim Suharto. Parlemen Indonesia mengesahkan resolusi
pada tanggal 11 Februari, menyatakan "penghargaan penuh" atas
usaha-usaha perwakilan-perwakilan dari Nepal, Mongolia, Uni-Sovyet dan
negara-negara lain di Konperensi Solidaritas Negara-Negara Afrika, Asia dan
Amerika Latin, yang berhasil menetralisir usaha-usaha para kontra-revolusioner
apa yang dinamakan pergerakan 30 September, dan para pemimpin dan pelindung
mereka, untuk bercampur-tangan di dalam urusan dalam negeri Indonesia."
G.
SUPER SEMAR ( SURAT PERINTAH SEBELAS MARET )
Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto
kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret. Ia memerintah
Suharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk
mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya.
Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Suharto untuk melarang
PKI.
Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim
Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh
TNI pada tanggal 24 November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh
Sekretaris Kedua PKI, “ Nyoto”.
H.
PENANGKAPAN DAN PEMBUNUHAN
Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI,
atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai
kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang
lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan
diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.
Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis - perkiraan
yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara lainnya 2.000.000 orang.
Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam
bulan yang mengikuti kudeta itu.
Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari
organisasi-organisasi muslim sayap-kanan melakukan pembunuhan-pembunuhan massa,
terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai
Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat
tertentu sungai itu "terbendung mayat".
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan
pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan puluhan ribu
dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali.
Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan
pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka,
majalah "Time" memberitakan:
"Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian
sehingga pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatra
Utara, di mana udara yang lembab membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari
daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang
benar-benar terbendung oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat
secara serius."
Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit
35.000 orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan
komando elite Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan
ini. Koresponden khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang
mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam galian-galian dan tentang
desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani meninggalkan
kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus.
Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman
mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan
rasialis "anti-Tionghoa" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai
pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner
ini dipecat.
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp
konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai
tahanan politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai
sekarang, termasuk beberapa dozen sejak tahun 1980-an. Empat tapol, Johannes
Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman dan Nobertus Rohayan,
dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
I.
PERTEMUAN JENEWA, SWISS
Menyusul
peralihan kekuasaan ke tangan Suharto, diselenggarakanlah pertemuan antara para
ekonom orde baru dengan para CEO korporasi multinasional di Swiss. Korporasi
multinasional diantaranya diwakili perusahaan-perusahaan minyak dan bank,
General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American
Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper
Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development Bank, dan Chase
Manhattan. Kebijakan ekonomi pro liberal sejak saat itu diterapkan.
J.
PERINGATAN 1
OKTOBER SEBAGAI HARI KESAKTIAN PANCASILA
Monumen
Pancasila Sakti, Lubang Buaya.
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan
Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari
Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film
mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di
Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto
biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya
dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam par apahlawan revolusi di TMP
Kalibata. Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan
lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan
untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa
di berbagai pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya
dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini
berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok. Selain
civitas academica Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban
tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko,
Sasmaja, dan Putmainah.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
yang dapat diambil, yaitu sebagai berikut :
- Peristiwa G 30 S PKI adalah peristiwa berdarah bunuh membunuh yang
tidak jelas kepastiannya, dalam peristiwa ini 6 jendral tewas dan PKI
dituduh sebagai pembunuhnya. Kronologinya akan dibahas pada poin-poin di
bawah.
- Menurut isu beredar, ada kabar bahwa para jenderal tidak puas dengan
pemerintahan Soekarno, kabar ini disebut Isu Dewan Jenderal, menurut isu
beredar, kemudian digerakan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan
mengadili mereka, namun dalam proses penangkapan, secara tak terduga
mereka terbunuh pada tanggal 30 September 1965.
- Menurut isu, setelah ke enam jenderal terbunuh, tersebarlah tuduhan
bahwa PKI yang membunuh para jenderal tersebut.
- Menurut isu, untuk menyikapi tuduhan atas PKI
tersebut, diberantaslah PKI yang dianggap ingin mengudeta pemerintahan.
Banyak anggota-anggota PKI yang terbunuh, juga banyak orang-orang kita
yang terbunuh oleh PKI, semua itu terjadi pasca terbunuhnya jenderal pada
30 September 1965
- Sampai akhirnya, lima bulan setelah itu, keluarlah Supersemar (Surat
Perintah Sebelas Maret). Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas
melalui Surat Perintah sebelas Maret. Semua pihak, terutama Soekarno berharap
semoga aksi bunuh membunuh pasca kejadian 30 September 1965, itu segera
selesai
- Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari
Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan
sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Isu mengenai peristiwa G 30 S PKI, dari
mulai tuduhan-tuduhan kudeta sampai kematian para jenderal tidak begitu
jelas, hanya Allah yang tau apa yang terjadi sebenarnya, saya hanya copy
paste dan mengedit dari beberapa sumber. Waullahua’lam bis sawaf.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA